Sesuai dengan namanya, Stone Forest berarti hutan batu. Hutan batu seluas 400 kilometer persegi ini berada pada jarak 120 kilometer dari pusat Kunming, ibu kota Provinsi Yunnan. Hanya menghabiskan waktu 90 menit dari Kunming dengan mobil, dan semua pemandu wisata atau sopir taksi pun tahu di mana letak Stone Forest.
Ibarat hutan yang sebenarnya, Stone Forest memang terdiri dari tegakan batu yang menjulang tinggi. Ada yang disebut dengan hutan besar dan hutan kecil yang menunjukkan kumpulan tegakan batu dalam jumlah banyak atau sedikit. Batu-batu itu berdiri kokoh dengan formasi yang rumit dan unik.
Untuk bisa menikmati keajaiban alam tersebut, pengunjung harus menyediakan uang 175 yuan (Rp 236.250 dalam kurs Rp 1.350 untuk 1 yuan). Terasa agak mahal memang, tetapi sayang juga jika tidak mampir ke tempat ini. Apalagi, pengunjung dijamin tidak akan kecewa menikmati keindahan dan keajaiban alam bernama Stone Forest ini.
Kepada rombongan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta wartawan, Ashima berkata, Stone Forest merupakan obyek wisata penting di Yunnan, bahkan China. Bebatuan itu merupakan bebatuan purba yang dikenal sejak zaman Dinasti Ming atau sekitar 1.300 sebelum Masehi. Ratusan orang berkunjung setiap hari. Pada hari libur atau pergantian tahun, jumlah wisatawan melonjak sampai ribuan orang, baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
”Apabila Anda berkunjung ke China, apalagi ke Yunnan, sangat sayang jika tak mampir ke Shinin (Stone Forest). Itu sama saja Anda telah membuang-buang waktu,” kata Ashima dengan ramah.
Ia memang tidak keliru ucap. Selain menyuguhkan pemandangan alam yang asli dan menakjubkan, suasana berwisata di Stone Forest sangat nyaman dan aman. Kebersihan amat terjaga di lokasi ini.
Di banyak sudut dengan mudah ditemukan tempat sampah serta petugas kebersihan. Selain itu, kamera pemantau juga tersebar di sana-sini.
Menjelajahi semua sudut Stone Forest bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau menyewa mobil listrik. Mobil listrik yang mampu membawa 10 orang sekaligus bisa disewa seharga 200 yuan untuk dua jam. Harga tersebut sudah termasuk satu pemandu wisata yang umumnya perempuan.
Unik dan alami
Bebatuan di Stone Forest seolah terpahat dengan sengaja. Batu-batu tersebut awalnya adalah batu purba yang berada di bawah permukaan laut dan terangkat ke permukaan akibat gempa besar yang melanda China kala itu. Sebagian besar bebatuan di sana menyempit atau meruncing pada bagian ujung. Batu tertinggi di Stone Forest hampir mencapai 45 meter.
Ada istilah hutan batu besar dan hutan batu kecil yang menunjukkan luas bebatuan di kawasan itu. Formasi bebatuan di Stone Forest memang menakjubkan. Ada yang menyerupai binatang, seperti gajah atau beruang, ada pula yang menyerupai wajah manusia. Semuanya tertata secara alami tanpa campur tangan manusia.
Yang menambah daya tarik kawasan ini adalah kelestarian bebatuan yang terjaga dan terawat dengan baik. Tidak ditemukan satu pun coretan atau grafiti di bebatuan tersebut. Selain itu, setiap obyek dihubungkan dengan jalan yang lapang untuk kendaraan atau jalur pejalan kaki yang juga dari batu. Perjalanan pun tak terasa lelah karena cuaca di Kunming didominasi hawa sejuk yang cocok bagi wisatawan dari daerah tropis.
Pengelola Stone Forest benar-benar memperhatikan kenyamanan pengunjung. Di setiap obyek menarik dan unik selalu tersedia sarana untuk duduk menikmati pemandangan.
Tersedia bangku atau gubuk berbentuk pagoda yang bisa membuat mata memandang lepas ke obyek wisata. Lokasi itu dibuat sedemikian rupa, termasuk kenyamanan dalam mengambil gambar menggunakan kamera.
Di tempat-tempat tertentu tersedia kantin yang menjual makanan dan minuman serta suvenir khas Yunnan, seperti gantungan kunci, tas anyaman, serta gelang batu.
Ada juga pertunjukan tari-tarian tradisional Yunnan untuk menghibur pengunjung. Pengunjung yang ingin berfoto menggunakan pakaian tradisional khas Yunnan bisa menyewa pakaian seharga 40 yuan.
Jika lupa membawa kamera, tak usah khawatir. Di Stone Forest terdapat puluhan juru foto yang menawarkan jasa foto, termasuk cetak. Tidak terlalu mahal, hanya 10 yuan untuk sekali pemotretan dan cetak foto seukuran kartu pos. Yang unik, merek dan jenis kamera yang dipakai puluhan tukang foto di Stone Forest sama.
Kepala Subdirektorat Wilayah Asia pada Direktorat Jenderal Pemasaran Pariwisata Jordi Paliama, yang turut mengunjungi Stone Forest saat itu, mengakui, manajemen profesional di Stone Forest harus ditiru oleh pengelola obyek wisata alami di Indonesia. Ia mengagumi kecerdasan pengelola Stone Forest yang benar-benar memanjakan pengunjung. Keprofesionalan tersebut ada pada tata letak kawasan wisata.
”Pengelola paham di mana lokasi yang bagus untuk berfoto dan beristirahat. Di tempat itu lantas dibangun sarana, seperti tempat persinggahan, toilet, serta kantin. Kebersihan dan keamanan juga benar-benar diperhatikan. Hal-hal seperti inilah yang jarang dilakukan pengelola obyek wisata di Indonesia,” kata Jordi.
Hal senada dikemukakan Danny Krusster, turis asal Kanada, yang berkunjung bersama istrinya. Ia mengaku betah menikmati obyek wisata di Stone Forest. Selain obyek wisata yang mengesankan, hal lain yang membuat dia nyaman adalah kebersihan dan ketertiban di kawasan tersebut.
”Udara segar dan lingkungan bersih membuat kami nyaman berkeliling di tempat ini,” ujar Danny dengan senyum lebar.
Meskipun di Indonesia tidak terdapat hutan batu semacam ini, tidak ada salahnya jika model pengelolaan obyek wisatanya diadopsi dan diterapkan. Secantik apa pun obyek wisata, tanpa dikelola secara profesional, wisatawan pun enggan datang kembali. (ARIS PRASETYO)