Sebuah daerah yang disebut Bebesen yang saat ini menjadi sebuah kecamatan di Aceh Tengah yang memiliki beberapa marga yang dalam bahasa Gayo sendiri disebut “belah”. Marga atau Belah di daerah ini adalah Cibro, Melala, Munte dan Tebe.
Penyebaran suku Gayo ke Takengon sudah berlangsung sejak ribuan tahun silam, namun sedikit saya menulis dengan merangkum dari berbagai media dan berbagai sumber tentang asal muasal belah atau marga di Daerah Bebesen, Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.
Kisah yang terdapat dalam sya’ir Gayo menyebutkan bahwa, pada masa silam seorang Raja Samosir pernah bermimpi yang dalam mimpi tersebut sang raja melihat seorang wanita yang mengeluarkan sinar dari dahinya yang berada di arah sebelah barat Kerajaan. Merasa penting untuk dijelaskan, sang raja mengumpulkan para prajurit dan penasehat kerajaan. Tidak dijelaskan tahun berapa hal ini terjadi dan Agama apa yang sedang di anut oleh kerajaan dan Sang Raja yang merasa tertantang untuk mencari wanita ini mengumpulkan prajurit pilihan sebanyak 27 orang untuk mencari wanita tersebut ke arah barat.Pada kenyataannya prajurit pilihan ini memiliki 4 marga, yaitu cibro, melala, munte dan tebe dan menulusuri hutan belantara dan perjuangan memasuki hutan belantara tersebut bukanlah hal yang mudah hingga menuju Negeri Antara (Takengon). Kisah ini diceritakan terun temurun kepada anak cucu mereka hingga sebagian ada yang menulisnya dalam syair lagu.
Negeri Antara yang pada sebelum kedatangan 27 Prajurit ini di diami oleh Suku Gayo Lut dan beberapa Suku Gayo Linge. Kedatangan 27 Prajurit ini yang oleh Orang Gayo Lut menyebutnya dengan Batak 27. Disebutkan juga asal nama Bebesen berasal dari kata “Beb” yang dalam bahasa Gayo “Beb” merupakan bentuk orang kuat yang sedikit keras, namun begitu perlu dikaji kembali dalam tulisan berbeda dan penelitian kembali tentang asal kata “Bebesen”.
Menurut sejarah, ke 27 prajurit ini sedikit mengalami gesekan dengan Gayo Lut. Hal ini di awali dengan wanita yang dicari belum ditemukan hingga bertahun-tahun terjadilah peperangan hingga ke 27 prajurit ini menyingkir ke daerah desa Jamur Raya yang berdekatan dengan daerah pariwisata Pantan Terong sekarang. Disebutkan juga, asal kata “Jamur Raya” adalah Jamur yang berarti “Gubuk” dan Raya yang berarti besar dan agung. Menyingkirnya 27 prajurit ini ke daerah Jamur Raya dan melakukan strategi perang dengan mendirikan Gubuk sebanyak mungkin hingga berjumlah ratusan dan membuat perlengkapan di setiap gubuk tersebut yang seolah-olah 27 prajurit ini memiliki tambahan prajurit yang banyak.
Hingga pada akhirnya 27 prajurit ini berhasil menduduki daerah Bebesen dan merajia setiap rumah untuk mencari wanita yang dicari. Menurut sejarahnya Suku Gayo Lut sudah memeluk Agama Islam, dan wanita yang dicari adalah wanita Sholeha yang jarang keluar rumah. Layaknya wanita Sholeha wanita ini sering desebut dalam bahasa Gayo dengan “Wah wan ulung” yang artinya wanita Sholeha yang jarang keluar rumah. Pada kisahnya ternyata wanita tersebut benar adanya, ibu dari wanita tersebut dengan sengaja menyembunyikan anaknya tersebut dalam kamar karena alas an takut.
Akhirnya wanita tersebut ditemukan oleh pemimpin 27 prajurit tersebut dalam sebuah kamar yang agak gelap dengan mengeluarkan cahaya di dahinya. Takjub melihat wanita tersebut, akhirnya pemimpin 27 prajurit tersebut menikahi wanita tersebut dan lupa untuk kembali ke Tanah Samosir dikarenakan sudah lamanya tinggal di Tanoh Gayo.
Silsilah Marga Cibro di Gayo Berdasarkan Tarombo
Sejarah Merga Cibro dengan mendasarkan pada tarombo (silsilah marga) secara sejarahnya berasal dari keturunan Marga Purba dari klan Nai Suanon Sub Toga Sumba. Purba adalah anak I dari Toga Simamora. Simamora adalah anak… II dari Toga Sumba adik dari Sihombing.
Di kemudian hari Purba dikisahkan memiliki 3 orang anak laki-laki yang tercatat yaitu, Pantomhobol, Parhorbo, dan Sigulangbatu. Semuanya masih menggunakan nama marga Purba pd awalnya yang diambil dr nama ayah mereka. Kedua abangnya dikisahkan menetap di Toba menurunkan keturunan marga Purba di Toba dan sekitarnya hingga berkembang ke Tanah Simalungun. Sedangkan Sigulangbatu sebagai anak bungsu dikisahkani telah meninggalkan kampung halamannya di Toba menuju ke wilayah Pakpak dan dikisahkan tidak pernah kembali lagi.
Dari tuan Sigulangbatu inilah asal muasal garis keturunan Cibro bermula. Yakni dari keturunan generasi IV beliau yang bernama Datu Parulas yang dikisahkan memiliki 3 orang anak laki-laki tercatat. Salah seorang yang tengah bernama Siboro, abangnya bernama Girsang yang kemudian menurunkan marga Girsang dan marga Gersang di Pakpak, Karo dan Simalungun. Adik bungsunya Tetap menggunakan nama Marga Purba yang kemudian menyebar di Tanah Simalungun.
Salah seorang keturunannya di kemudian hari berhasil menjadi salah satu penguasa di Simalungun yakni Purba Siumalungun. Dikemudian hari Siboro juga memiliki beberapa keturunan laki-laki yang pada masa kemudian menyebar di sekitar daerah Tanah Dairi. Di Tanah Dairi mereka lebih dikenal dgn sebutan Cibro mengikuti aksen Pakpak. Generasi berikutnya ada yang meneruskan perantauan ke Timur menuju ke Tanah Karo di sana mereka dikenal dgn sebutan Sibero/Cibero. Di Tanah Karo ini mereka memilih bernaung di bawah kelompok Merga Tarigan salah satu induk kumpulan merga di Karo. Diduga pertimbangannya adalah karena beberapa keturunan saudara leluhur mereka yang juga telah merantau ke sana, yakni keturunan Purba dan Girsang, juga sama-sama memilih bernaung di bawah Klan Tarigan. Keturunan mereka dikenal dgn sebutan Tarigan Sibero.
Dari sana kemudian ada sebagian keturunan mereka menyebar ke arah Timur menuju ke Tanah Simalungun. Di sana mereka memilih bernaung di bawah klan Purba Simalungun dgn pertimbangan hubungan darah leluhur mereka yang paling dekat dibanding kelompok klan Simalungun lainnya. Purba adalah salah Saudara satu leluhur mereka yang telah menjadi salah satu penguasa di Simalungun. Kekuasaan mereka membuka pintu bagi penerimaan marga saudara sedarah leluhur mereka lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa Marga2 saudaranya juga umumnya memilih bernaung di bawah klan Purba. Selain ke arah Timur, keturunan Sibero/Cibro itu juga ada yang meneruskan ke arah Barat menuju ke Tanah Singkil. Di sana mereka menggunakan nama merga Cibro dari Singkil. Selain itu juga ada yang merantau ke arah pedalaman Utara menuju ke Tanah Alas. Mereka kemudian dikenal sebagai Merga Cibro dari Alas dan menjadi pengusung budaya Alas. Dalam perkembangannya keturunan mereka ada yang meneruskan migrasi hingga ke Tanah Gayo. Di sana mereka menjadi orang Gayo dengan menggunakan nama Merga Cibro dari Gayo ataupun sebagian besar tanpa menggunakan nama merga lagi. Begitulah pada akhirnya mereka telah tersebar di berbagai wilayah dengan sebutan yang beragam. Untuk yang masih menggunakan marga ditemukan sebutan dan penulisani Siboro, Sibero, Cibro, Cibero, Purba Siboro, Tarigan Sibero/Tarigan Cibro/Tarigan Cibero. Di Tanah Gayo sebagian masih bisa menelusuri hubungan kekerabatan leluhuhur mereka dengan Marga Cibro.
Referensi :
- Batak Information Center for History, Cultural, and Community
- Kekeberan dan Sya’ir Suku Gayo
by lovegayo.com