Banyak pemberitaan di media massa atau  kabar dari mulut kemulut tentang Danau Lut Tawar yang memakan korban  nyawa. 
Terakhir terdengar kabar tenggelamnya seorang siswa SMP di Danau Lut Tawar, Sabtu, 28 September 2009 sore. Anak tersebut ditemukan dalam keadaan meninggal 1 jam setelah tengelam.
Terakhir terdengar kabar tenggelamnya seorang siswa SMP di Danau Lut Tawar, Sabtu, 28 September 2009 sore. Anak tersebut ditemukan dalam keadaan meninggal 1 jam setelah tengelam.
Seperti kejadian-kejadian tenggelam  sebelumnya, serius tidak serius pembicaraan orang-orang yang berdiam di  Tanoh Gayo selalu mengkait-kaitkannya dengan keberadaan “makhluk” yang  menghuni danau Lut Tawar bernama “Lembide.”
“Lembide kembali meminta dan memakan  korban di Lut Tawar,” demikian yang terdengar dimana-mana sesaat setelah  setiap kejadian meninggal karena tenggelam di Danau Laut Tawar.
Kini Lembide mulai jarang disebut orang,  mungkin karena sudah jarang terjadi tenggelamnya seseorang di Danau  berpenghuni ikan Depik (Rasbora Tawarensis) tersebut. Namun kita coba  menggali cerita Lembide yang konon berupa makhluk halus yang suka  mengisap darah ini dengan meminta keterangan orang Gayo yang terkait  langsung dengan proses evakuasi korban tenggelam di DLT.
Tulisan ini sebenarnya sudah beredar di  dunia maya, namun untuk keperluan dokumentasi dipandang perlu untuk  ditampilkan lagi secara khusus di situs berita Lintas Gayo yang menurut  penilaian sebagian orang adalah media paling terkini dari Gayo yang  dikelola secara serius, walau disana-sini masih terdapat  kekurangan-kekurangan.
Radot, Penyelam Legendaris
Adalah almarhum Radot yang bernama asli  M. Rasyid Ahmad, seorang warga kampung Boom Kecamatan Lut Tawar,  penyelam yang biasa dipanggil untuk mencari korban di Lut Tawar,  setidaknya ada 14 korban tenggelam sejak 1952-1983.
Radot, tak asing lagi ditelinga warga  Gayo, penyelam legendaris, bapak dari enam anak tersebut telah  mencatatkan sejarah bagi masyarakat Gayo dengan tinta emas. Khususnya  bagi keluarga korban meninggal yang tenggelam di Danau Laut Tawar.
Betapa tidak, Radot menjadi penyelam  alami tanpa alat bantu alat selam apapun. Namun dikisahkan, Radot mampu  menyelam selama berjam-jam. Kemampuan Radot menyelam memang berwarna  “mistis” karena layaknya makhluk amphibi, dapat hidup didarat dan  didalam air.
Dengan kelebihan tersebut, Radot telah  banyak menolong menemukan kembali jasad korban yang tenggelam di danau.  Hampir seluruh korban yang tenggelam di Danau dievakuasi Radot sudah  dalam keadaan meninggal.
Dari pengalaman langsung Sadri (35),  putra ketiga dan sebagai anak kesayangan karena sering bersama Radot  dalam berbagai evakuasi korban, pernah suatu ketika, saat Sadri masih  berusia sekitar 12 tahun bersama ayahnya, berperahu persis di tengah  danau di kawasan Kelitu dan Ujung Baro, terjadi keanehan.
Perahu mereka terbalik dan seluruh  perlengkapan yang ada diperahu tenggelam termasuk sebuah kampak yang  dipinjam dari orang lain. Radot merasa bertanggung jawab atas kapak yang  merupakan milik orang lain yang dipinjamnya. Radot mencari kapak  tersebut ke dasar danau yang diperkirakan berkedalaman lebih 50 meter.  Sadri takjub, kapak tersebut berhasil ditemukan kembali oleh ayahnya.
Kisah Radot juga diceritakan sang istri  tercintanya, Selamah (70). Menurut Selamah , kelebihan lain dari Radot  adalah kemampuannya menangkap ikan tanpa alat sama sekali dan yang  paling luar biasa adalah tangkapannya berupa ikan denung (sidat) selebar  dan sepanjang papan yang beredar di pasaran (0,25 x 4 m) di kawasan  Otong-Otong Kelitu. Ikan-ikan tangkapan Radot karena kelebihannya tidak  pernah dijual, tapi hanya dikonsumsi sendiri dan dibagikan pada  tetangga, ungkap Selamah.
Tak hanya di Lut Tawar, bahkan di laut  lepas, Radot mampu menyelam dengan baik, cerita Selamah. Ditahun 1991  pernah diminta mencari sepucuk pistol milik Wakapolres Aceh Timur yang  jatuh diperaian laut Aceh Timur. Pistol tersebut berhasil ditemukan,  pemiliknya sangat berterima kasih dan berhutang jasa terhadap Radot  sampai-sampai setelah meninggal dunia wakapolres tersebut mengirimkan  batu nisan untuk makam almarhum Radot.
Setelah mengabdi untuk masyarakat atas  kelebihan yang diberikan Sang Penguasa Alam kepada Radot dengan  kemampuan menyelam lebih lama dari manusia biasa. Penyelam legendaris  yang dilahirkan di kampung Jongok Kebayakan tahun 1921 meninggal dunia  karena sakit kanker hati di bulan Oktober 1997.
Pihak keluarganya tidak ingat lagi kapan  Radot mulai menyelam. Tapi setidaknya selama tidak kurang dari 30 tahun  menyelam menentang bahaya di kedalaman danau Lut Tawar mencari sosok  korban tenggelam di danau yang masih penuh misteri baik sisi ilmiah  maupun mistisnya. Dan dari 14 orang korban yang pernah dicari radot  jasadnya, delapan korban merupakan anak-anak.
Di era selanjutnya hingga tahun 2005  tercatat ada tiga orang korban meninggal tenggelam di Lut Tawar. Tentu  bukan Radot lagi yang mengevakuasinya. Anak-anak Radot, Mitra, Hazarul  Aswadi dan Sadri, terpanggil penuhi tugas yang biasa diemban ayahnya.  Walau ketiganya tak mewarisi kelebihan ayahnya, bisa menyelam tanpa alat  selam.
“Lembide” Sang Penunggu Lut Tawar
Lalu apa yang pernah dikatakan Radot kepada orang-orang terdekatnya terkait “Lembide” ?
Makhluk yang oleh sebagian orang dianggap sebagai penunggu Danau Lut Tawar yang kerap meminta korban nyawa manusia, bahkan setiap tahun.
Makhluk yang oleh sebagian orang dianggap sebagai penunggu Danau Lut Tawar yang kerap meminta korban nyawa manusia, bahkan setiap tahun.
Berdasarkan cerita rakyat yang beredar  di Gayo, “Lembide” adalah sejenis mahluk air yang kerap meminta korban  nyawa manusia, bentuk rupa Lembide ini biasanya menyerupai “alas”  (tikar) yang saat beraksi menggulung korbannya kemudian menghisap darah  korbannya melalui bagian diantara dua jari kaki, bisanya jempol yang  ditandai dengan adanya lubang seperti bekas gigitan.
Bila ada kejadian orang tenggelam di  Danau dan meninggal saat ditemukan, maka masyarakat Aceh Tengah umumnya  selalu menyebut ipangan, i ketni Lembide (dimakan, digigit Lembide).  Orang-orang tua dulu selalu mengingatkan anak-anak yang mandi di Danau  dengan mengamanahkan “inget ipangan lembide” (awas dimakan Lembide).
Kisah Lembide yang menjadi misteri dan  dongeng di Danau Lut Tawar, pernah diceritakan istri Radot, Selamah.  Menurut keterangan Selamah, suatu ketika saat berada di kawasan Sintep  Kelitu bersama suaminya, Radot menunjuk ketengah danau dimana terlihat  bentuk gelombang kecil tunggal yang menepi kepinggir danau. Gelombang  kecil itu mirip alas kertan (tikar tradisional Gayo) berwarna kuning  dengan ukuran sekitar 1,5 x 4 meter. Menurut Radot kepada Selamah,  itulah sosok Lembide.
Lebih lanjut dipaparkan Selamah yang  didampingi anak ketiganya, Sadri, dirumahnya Desember 2008 silam di  kawasan Boom Takengon Kecamatan Lut Tawar, seluruh korban tenggelam di  Danau Lut Tawar saat ditemukan Radot, semuanya sudah dalam keadaan  meninggal dunia.
Beberapa keanehan sering terjadi, sang  korban biasanya bukan penduduk sekitar danau Lut Tawar alias pendatang.  Beberapa bagian tubuh korban biru seperti kehilangan darah, dan sebagian  besar korban memiliki luka kecil dibagian pangkal jari jempol kaki  seperti luka bekas gigitan lintah.
Kepada anak kesayangannya Sadri, Radot  juga pernah bercerita bahwa dalam sebuah mimpi, Radot merasa sedang  berenang di danau dan bertemu makhluk mengerikan berwujud lintah sebesar  manusia dan mempunyai banyak mulut dibagian muka mirip mulut lintah.  Wallahu a’lam bissawab.
Kejadian korban tenggelam terkadang tak  masuk akal karena tenggelam diair dangkal. Dari waktu kejadian, biasanya  saat menjelang hari meugang Idul Fitri dan Idul Adha. Almarhum Radot,  kata Selamah sering mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati  pada saat itu bila melancong atau mengadakan kegiatan lainnya di danau  Lut Tawar.
Selanjutnya terkait Lembide, apa kata  Munawardi, salah seorang sosok penyelam yang biasa menyelam di danau  Laut Tawar sejak tahun 2006. Bahkan juga sudah pernah melakukan evakuasi  ditengah malam terhadap dua orang korban tenggelam di danau Laut Tawar  di waktu dan tempat yang berbeda. Pertama di kawasan Mendale Kecamatan  Kebayakan dan kedua di Toweren kecamatan Lut Tawar.
Tentang keberadaan Lembide di Lut Tawar,  dikatakan Munawardi, Minggu (29/11) sehari setelah terjadi lagi kasus  anak tenggelam dan tewas di Lut Tawar, dirinya tidak percaya dengan  hal-hal mistis. Menurut Munawardi, Danau Lut Tawar adalah anugerah Allah  SWT yang diberikan kepada masyarakat Aceh Tengah khususnya, karena  dengan eksistensinya sejak dari dulu masyarakat sekitar Danau Lut Tawar  dapat mengais rezeki dari danau tersebut.
Pun jika ada kasus tenggelam di Lut  Tawar, menurut Munawardi kemungkinan besar karena korban kurang atau tak  mahir berenang. Kemungkinan lain, korban mengalami kram atau kaku otot  saat bersentuhan dengan air danau yang dingin sehingga tidak bisa  menyelamatkan diri dengan berenang.
Menurut Munawardi, semua itu bisa  dikatakan sebagai legenda dan cerita rakyat belaka, benar atau tidaknya  kita tidak bisa buktikan, Munawardi sendiri sering menyelam di Danau Lut  Tawar dan belum pernah menemukan hal-hal aneh dan janggal. Namun  sebagai umat muslim yang beriman kepada yang ghaib kita wajib percaya  setiap tempat ada makhluk Allah termasuk Jin yang mendiami lembah dan  lautan, tetapi tidak membesar-besarkan mitos dan cerita rakyat apalagi  sampai kepada perbuatan syirik. Walaupun sudah sering menyelam di Danau  Lut Tawar tetapi tidak semua wilayah Danau Lut Tawar terselami, karena  banyak alasannya, diantaranya sulitnya medan dan terbatasnya peralatan  dan hal-hal lainnya.
Dijelaskan, pada dasarnya semua titik  perairan pada Danau Lut Tawar bisa dimasuki untuk diselami atau berenang  namun khusus untuk orang yang tidak bisa berenang sebaiknya tidak  berenang pada perairan yang melebihi kedalaman satu meter, wilayah danau  yang memiliki pantai dan tidak banyak berlumpur lebih baik untuk tempat  berenang karena secara geologis danau Lut Tawar merupakan danau  Vulkanis yaitu danau yang terbentuk akibat letusan gunung berapi salah  satu cirinya adalah memiliki perairan yang dalam. Menurut data dari  Wikipedia tahun 2008 kedalaman maksimum danau Lut Tawar sampai dengan 80  meter sementara kedalaman rata-rata 51,15 meter (Dinas peternakan dan  Perikanan Kabupaten Aceh Tengah).
Atas dasar pengamatan Munawardi, bagian  tepi Danau Lut Tawar banyak yang tidak memiliki pantai atau alias  terjal, dan ada juga yang memiliki bidang pantai yang sempit dengan  kemiringan yang curam, untuk daerah seperti ini sebaiknya jangan  dimasuki untuk berenang apalagi bagi pendatang yang belum mengenal  lingkungan dan kondisi Danau Lut Tawar.
Disamping itu, disarankan Munawardi,  agar berhati-hati diwilayah yang memiliki pantai yang cukup landai dan  dianggap cukup aman untuk berenang masih rawan sebagai penyebab  kecelakaan tenggelam, karena banyak lumpur yang tidak tentu berapa  kedalamanannya. Wilayah yang banyak lumpur biasanya ditandai dengan  banyaknya tumbuhan air seperti rumput air (Gayo : Sepot. Latin :  Hydrilla verticilata), tumbuhan ini biasanya terdapat di kedalaman  seperempat meter sampai dengan kedalaman enam meter, hal ini karena  pengaruh sifat tumbuhan yang biasa melakukan fotosintesis dengan bantuan  sinar matahari.
Munawardi dan GDCnya, Ambil Alih Peran Radot
Hingga tahun 2006, Radot sudah belasan  tahun tiada, usaha pencarian korban tenggelam di Lut Tawar tidak pernah  memakai alat modern sampai saat Komite Olahraga Nasional Indonesia  (KONI) Provinsi NAD menetapkan Kabupaten Aceh Tengah sebagai tuan rumah  PORDA X barulah perlengkapan selam modern dikenalkan secara luas di  Danau Lut Tawar.
Sejak saat itu bermunculan atlit-atlit  selam di Aceh Tengah, salah satunya Munawardi, S.St.Pi yang muncul  sebagai salah seorang atlit sekaligus pelatih di Pengurus Olahraga Selam  Seluruh Indonesia (POSSI) Aceh Tengah.
Belakangan,  Munawardi dan adiknya Mude 
Angkasa serta Usmar Effendi sering dipanggil  untuk melakukan penyelaman dengan ditemani ketiga bersaudara anak-anak  Radot untuk mencari korban tenggelam atau keperluan lainnya di Lut  Tawar. Pada bulan Februari 2008, mereka kemudian membentuk sebuah klub  selam dengan nama Gayo Diving Club (GDC) dengan kini ditahun 2011 sudah  puluhan anggota yang bergabung.
Dalam melakukan tugasnya menyelam,  Munawardi tak punya kelebihan seperti Radot, Munawardi harus memakai  alat selam moderen. Akan tetapi dari 2 misi penyelaman mencari korban  tenggelam di Lut Tawar, Munawardi melakukannya pada tengah malam hari,  yang tentu sangat langka mencari sosok orang yang mau dan mampu menempuh  resiko menyelam di kegelapan dan dinginnya air Lut Tawar yang katanya  berpenghuni Lembide.
Upaya pencarian korban tenggelam yang  dilakukan Munawardi panggilan Munawardi, semata-mata panggilan jiwa dan  hanya untuk menolong orang, itu saja. “Tugas menolong atau mengevakuasi  korban tenggelam dilakukan karena kewajiban moral bagi saya. Kalau saya  diminta mengevakuasi korban, dengan sukarela akan membantu sebisanya  tanpa pamrih apapun terutama dari pihak keluarga korban”, kata Munawardi  yang juga aktif bersepeda gunung (MTB) ini.
Dikatakan Munawardi, dia belajar renang  dan selam sudah sejak dari kecil, namun Munawardi belajar teknik  menyelam yang sebenarnya yang menggunakan peralatan SCUBA (Self  Contained Underwater Breathing Aparatus) semenjak mengikuti kursus selam  ketika masih kuliah di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dan ikut  bergabung di Barracuda Diving Club STP Jakarta. Munawardi kemudian  memiliki sertifikat selam Star One (A1) Indonesian Subaquatic Sport  Association (ISSA).
“Untuk pertama kali melakukan pencarian  terhadap korban tenggelam dan berhasil ditemukandi DLT (danau Laut  Tawar-Red) saya lakoni beserta Mude Angkasa dan Usmar Effendi pada 8  Juni 2008 di kawasan Kala Toweren Desa Toweren Toa Kecamatan Lut Tawar,”  kata Munawardi. (Khalisuddin)
by lovegayo.com 
 
 


