III

Upuh Ulen-Ulen | bandatourism.blogspot.com

01.40
0 komentar



Oleh : Andrian Kausyar*
Kita melihat selembar kain busana adat diselimutkan  kepada calon pengantin,  warna hitam merupakan warna dasar yang  paling dominan dalam busana adat. Rakyat Gayo percaya bahwa warna hitam warna abadi adalah warna tanah. Manusia diciptakan Tuhan  dari tanah, hidup di atas tanah,  kembali ke tanah.

Di tengah-tengah warna hitam, terdapat bulatan putih,  cahaya,  bulan purnama.  Petuah adat yang terkandung di dalamnya ialah  nasihat “Jika masih ada  secercah sinar di langit mendung berprahara arahkan pandangan matamu ke sinar yang terang  itu, bukan  pada kegelapan  yang mengitarinya”.

Sebuah nasihat yang menganjurkan hidup optimis, bukan sebaliknya agar giat  berikhtiar, bukan putus asa.  Motif ukuran busana lainnya seperti jang (pagar) emun beriring  (awan berarak)  semuanya punya makna seperti emun beriring, kendatipun berarak mengikuti  kehendak angin, namun ada pesan-pesan yang tersirat di dalamnya  tetap bersama-sama, tidak  bercerai-berai, sepapah sepupu,  sebegi  seperange  bersatu dalam kondisi apa pun.
Tuwis (pucuk rebung), puter tali (pilin berganda) adalah bentuk-bentuk pagar. Jang (pagar), melambangkan bahwa dalam pergaulan masyarakat, ada batas  tertentu yang tidak boleh  dilakukan, terutama sumang si opat.

a.   Sumang Penengonen
  1. Tata krama penglihatan melihat ke bawah jangan melihat ke atas dan mata jangan jelalatan.
  2. Gadis remaja sedang berjalan, lalu berjumpa dengan jejaka, mereka melakukan pembicaraan diiringi pula dengan ketawa terbahak-bahak dan sebagainya, sementara orang lain berada tidak jauh dari tempat itu, gadis dan jejaka berpura-pura atau tidak memperdulikannya, sehingga membuat orang lain di sekitarnya gelisah melihat mereka.
  3. Seorang pria tidak berani dekat dengan tempat pemandian wanita (wunen) karena tempat tersebut berada jauh, dibuat khusus untuk pemandian wanita.
Contoh :
Dengan bermacam dalih bapak si anu berencana dan sudah sering dilakukannya mengikat hewan peliharaan  di dekat pemandian tersebut.
Masih banyak tempat lain untuk mengikat hewan peliharaan yang dapat digunakan, kenapa harus mengikat hewan peliharaan dekat pemandian wanita.
Bapak si anu tadi bukan sekedar mengikat hewan peliharaannya dekat pemandian wanita itu akan tetapi maksud hati bapak si anu melirik tertuju ke depan pintu pemandian wanita.

b.  Sumang pecerakan
  1. Tata krama pembicaraan (lemang), itika sopan santun harus dijaga dalam pergaulan sehari-hari.
  2. Orang tua tidak boleh seenaknya berbicara di depan anak kandung, menantu, demikian sebaliknya di depan orang tua anak kandung, menantu, tidak dibenarkan membicarakan hal-hal yang berhubungan antara suami dengan istri.
  3. Bila seorang anak yang baru pandai bicara bertanya pada bapaknya mengenai seks, bapak perlu menjelaskannya agar anak tidak melakukannya dengan teman-teman sepergaulannya bahwa seks adalah pembicaraan orang dewasa yang sudah  sah menjadi pasangan suami istri, anak-anak pantang membicarakannya, nanti bila kamu sudah dewasa  akan tahu, bapak berusaha menyudahi pertanyaan si anak.
  4. Antara saudara kandung laki-laki  dengan saudara kandung perempuan, antara keponakan, maupun dengan saudara sepupu (antar saudara) tidak dibenarkan bersenda gurau, membicarakan hal-hal  yang jorok.
  5. Dengan tetangga bersebelah rumah, suami atau istri tidak dibenarkan bercerita sebagaimana layaknya pasangan suami dengan istri.
  6. Suami tidak berada di rumah, istri tidak dibenarkan menerima tamu laki-laki demikian sebaliknya, kecuali muhrimnya.
  7. Remaja tidak dibenarkan bercanda atau mengungkapkan kalimat-kalimat jorok di depan  orang tua, misalnya remaja seakan-akan lebih mengerti bagaimana berumah tangga yang baik.
c.   Sumang pelangkahan
  1. Tata krama berjalan, anak perempuan tidak dibenarkan berjalan dengan sengaja melenggang.
  2. Beluh ara si rai mewen ara si i wei (pergi ada yang diambil menunggu ada yang ditunggu).
  3. Anak gadis pergi ke pasar harus berpakain menutupi aurat dan tidak boleh pergi sendiri harus ada temannya, kalau pergi sendiri di tengah jalan digoda oleh orang yang tidak dikenal bisa menimbulkan hal – hal yang tidak diingini.
  4. Remaja tidak dibenarkan berjalan bergandengan tangan, baik di pinggir jalan maupun di persimpangan  jalan.
  5. Seorang Ayah di jalanan berbicara dengan seorang ibu yang bukan muhrimnya tidak dibenarkan berbincang-berbincang.
d.   Sumang kenunulen
  1. Tata krama duduk, sesama orang tua harus selalu duduk di tempat yang baik (uken) tidak dibenarkan duduk di sudut tempat yang tidak nyaman (duru) dalam satu ruangan. Sesama orang muda duduk  bersama dengan yang muda agar pembicaraan bebas dan terbuka dalam memecahkan  suatu masalah.
  2. Dalam rumah tangga sehari-hari, anak kandung harus menghormati orang tua, baik tempat duduknya tidak boleh sembarangan diduduki oleh anak kandung, apa lagi menantu.
  3. Menantu laki-laki tidak boleh duduk bersila berdekatan dengan mertua perempuan dan menantu perempuan tidak boleh duduk bersila berdekatan dengan mertua laki-laki.
  4. Peralatan rumah tangga seperti piring, gelas, dan lain-lain yang dipakai Ayah dan Ibu tidak boleh sembarang pakai dan tidak dibenarkan dipakai anak kandung apa lagi menantu.
Catatan;
Sumang si opat ialah aturan adat dataran tinggi Gayo yang berlaku ;
a.   Sumang secara metaforis diartikan janggal, menafsirkan suatu ucapan dan tingkah laku yang  tidak dapat diterima.
b.   Kemali secara metaforis diartikan pantang, menafsirkan suatu ucapan yang tidak enak didengar.

*Pemerhati adat budaya Gayo, berdomisili di Jakarta


by lovegayo

If You Enjoyed This Post Please Take a Second To Share It.

You Might Also Like

Stay Connected With Free Updates

Subscribe via Email

0 komentar: